Rabu, 30 Mei 2012

Meraih Derajat Taqwa

"Dan bersegeralah kamu mencari  ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa".
Sudah seharusnya seorang mukmin merindukan status taqwa. sebab, status taqwa adalah derajat yang paling tinggi dalam kehidupan manusia.  Allah sudah memberitahukan kepada kita semua "yang paling mulia diantara kamu adalah orang yang bertaqwa" (QS 49:13)
Sahabat.. ketaqwaan adalah faktor terbentuknya iman yang kokoh dalam diri seseorang. Sebagian besar ulama mendefinisikan, bahwa taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu dalam perintah perintahNya. taqwa adalah suatu kondisi pikiran dan jiwa orang mukmin yang merasakan kehadiran Allah SWT dimanapun ia berada. dia ridho dengan segala kondisi yang di anugerahkan Allah, dia takut untuk bermaksiat kepada Allah, tetapi sekaligus dia cinta dan penuh harap-tidak putus asa dari rahmat Allah.  Hal ini kelihatan sangat simpel namun dalam prakteknya saya merasa bahwa butuh perjuangan yang sangat besar untuk mencapai derajat takwa. Sungguh, di kehidupan sehari-hari, sangat banyak godaan yang menghadang dan menuntut kita untuk menunjukkan komitmen serta keistiqamahan dalam beramal.
DR Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya yang berjudul “Tarbiyah Ruhiyah” menyebutkan bahwa untuk dapat mencapai sifat takwa ada hal-hal yang perlu kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1.Mu’ahadah (Mengingat perjanjian)
Dahulu kita pernah berikrar, bahwa Allah SWT adalah satu-satunya tuhan yan patut kita sembah,kita ikuti segala perintahnya dan jauhi segala larangannya. Adakah kiranya amal yang kita lakukan saat ini adalah amal yang sesuai dengan janji kita dahulu? Allahualam. Namun tak ada salahnya bila kita terus berusaha untuk bisa lebih baik dari sebelumnya. Dalam bukunya DR Abdullah mengatakan bahwa hal yang bisa kita lakukan untuk mengingat perjanjian kita dengan Allah SWT adalah dengan cara berkhalwat (menyendiri) dalam rangka introspeksi diri serta berkomitmen terhadap ikrar yang selalu kita ucapkan setiap kali kita shalat :
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”
(QS Al-Fatihah:5)
2.Muraqabah (Merasakan kesertaan Allah SWT)
Pengertian dari muraqabah adalah merasakan keagungan Allah SWT di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan dengan-Nya di kala sepi ataupun ramai.
Ingatlah sahabat! Bahwa Allah selalu melihat kita, dalam sebuah hadist dikatakan bahwa Allah berada lebih dekat daripada urat nadi kita.
Dalam pun Al-Qur’an disebutkan :
Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang),
dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
(QS Asy-Syu’araa : 217-219)
Ayat ini memperjelas bahwa Allah SWT selalu mengetahui dan dekat dengan diri kita. Bagaimanakah cara kita untuk dapat ber-muraqabah? Dengan berniat ikhlas semata-mata untuk menggapai ridha Allah SWT.
Dalam sebuah hadist dijelaskan : ”Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kemu melihat-Nya, dan jika memang kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kamu.
“Dalam melaksanakan ketaatan adalah dengan ikhlas pada-Nya.
Dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkan total.
Dalam hal mubah adalah dengan menjaga adab-adabaa terhadap Allah dan bersyukur atas nikmat-Nya.
Dalam musibah adalah dengan ridha kepada ketentuan Allah.”

3.Muhasabah (Introspeksi diri)
Umar Al-Faruq r.a. berkata : “Hisablah diri kalian sebelum kalian di hisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung(hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun.”
4.Mu’aqabah (Pemberian sanksi)
Seorang ustadz pernah bertanya pada khalayak dalam sebuah forum. “Menurut antum semua, kalau kita futur(turun keimanan) apakah wajar?”. Secara serempak peserta forum menjawab “Wajar Ustadz!”. Ustadz pun menanggapi hal tersebut dengan mengatakan “Pantas saja kita sering futur! Toh kita bilang wajar!”
Perkataan itu tak disangka menggetarkan hati saya. saat amalan harian yang stabil tiba-tiba turun, kita seringkali berkata dalam diri kita,”Ah, ini sih wajar”, tak heran keimanan kita turun secara perlahan menuju sebuah titik di dasar. Sekarang apakah kita mau hanya duduk dan diam saja?
Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk dapat mengkondisikan diri kita senantiasa berada dalam performance yang baik adalah dengan memberikan sanksi pada diri kita sendiri. Hal ini kita lakukan sebagai peringatan untuk tidak dengan mudahnya menyalahi ikrar dan menjadi dorongan untuk lebih bertakwa.
Para sahabat telah memberikan kita contoh penerapan mu’aqabah ini. Umar bin Khattab r.a. suatu saat terlambat shalat ashar berjama’ah di masjid karena terlalu lama asyik berada di dalam kebunnya, seketika itu juga Umar mensadaqahkan kebunnya. Tamim ad-Darira suatu waktu tidur semalam suntuk tanpa melaksanakan shalat tahajjud, setelah hari itu Tamim memberikan dirinya sanksi dengan mealaksanakan tahajjud satu tahun penuh. Subhanallah. Silakan sahabat pikirkan kegiatan sehari-hari sahabat, apakah memang kita sering melalaikan perintah Allah? Menunda-nunda untuk beberapa waktu? Marilah sama-sama kita merenung.
5.Mujahadah (Optimalisasi)
Hal terakhir yang disebutkan dalam buku tarbiyah ruhiyah adalah Mujahadah! Sebuah bentuk perlawanan terhadap hawa nafsu dan kebiasaan buruk kemudian mengubahnya menjadi sebuah kebiasaan baik. Mujahadah pun dapat diartikan sebagai pemaksaan diri untuk melakukan amal-amal lebih banyak dari sebelumnya. Dan disaat kita lalai Selalu bangkit kembali sekuat tenaga.
“Dengan Mu’ahadah kita dapat beristiqamah diatas syariat Islam.”
“Dengan Muraqabah kita merasakan keagungan Allah disetiap saat.”
“Dengan Muhasabah kita bisa terbebas dari hawa nafsu yang selalu berontak.”
“Dengan Mu’aqabah kita bisa memisahkan diri dari penyimpangan.”
“Dengan Mujahadah kita bisa memperbaiki aktivitas diri dan menumpas kelalaian serta kemalasan.”

"ingatlah, surga itu dikepung oleh segala macam kesukaran atau hal-hal yang tidak disukai (al-makaarih), dan neraka itu di kepung oleh hal-hal yang disukai manusia (al-syahawaat)." (HR.Thabrani, Shaheh)

Jadi memang tidak mudah untuk merah derajat taqwa. perlu perjuangan berat, jalan menuju kesana mendaki dan tajam. tapi, tidak ada pilihan lain, mau surga atau neraka. waktu terus bergulir, tidak memberikan pilihan lain.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu berusaha dan berusaha serta tidak berputus asa untuk meraih derajat taqwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar